Rusia Tuding Ukraina Kerahkan 120.000 Tentara di Donbass, Donets dan Lugansk Dihujani Bom

Rusia menuding Ukraina telah mengerahkan 120.000 tentaranya ke Donbass, wilayah di garis perbatasan kontan antara Rusia dan Ukraina. Hal ini diungkapkan oleh Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengatakan dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas situasi di sekitar Ukraina, Selasa (22/2/2022). Menurut Nebenzya, "gelembung yang digelembungkan oleh Barat dan Ukraina harus pecah". "Selama akhir pekan lalu, militer Ukraina mengintensifkan pemboman terhadap daerah pemukiman di LPR dan DPR (Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk)," ungkap dia.

“Sementara mengobarkan kepanikan tak berdasar di sekitar invasi Rusia yang diduga akan segera terjadi ke Ukraina, rekan rekan Barat kami tanpa malu malu memompa negara itu dengan senjata," katanya, seperti dikutip TASS. "Mengirim instruktur ke sana dan benar benar mendorong Ukraina, yang telah mengerahkan 120.000 tentara ke garis kontak, untuk melakukan provokasi bersenjata terhadap Donbass," ujar Nebenzya. Mengutip data terbaru, Nebenzya membeberkan, hingga 1.600 peluru artileri dan mortir ditembakkan ke daerah daerah di Donetsk dan Lugansk, menewaskan warga sipil.

"Beberapa kelompok penyabot yang menyusup ke LPR dan DPR dan meledakkan atau mencoba meledakkan fasilitas infrastruktur penting," sebutnya. "Beberapa komunitas Rusia yang terletak dekat perbatasan juga mendapat ancaman". "Menjadi jelas bahwa Donbass berada di ambang petualangan baru militer Ukraina," imbuh Nebenzya. "Kami tidak bisa membiarkan itu terjadi," tegasnya. Sementara seorang saksi mata kepada Reuters mengatakan, melihat barisan kendaraan militer termasuk tank pada Selasa (22/2) pagi di pinggiran Donetsk, ibu kota salah satu dari dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina Timur.

Sedang wartawan Reuters melihat sekitar lima tank dalam satu kolom di pinggir kota Donetsk dan dua lagi di bagian lain kota itu. Tidak ada lencana yang terlihat, tetapi kemunculan tank tank itu terjadi beberapa jam setelah Presiden Vladimir Putin menandatangani perjanjian persahabatan dengan dua wilayah separatis dan memerintahkan pasukan Rusia untuk mengerahkan operasi penjaga perdamaian. Wartawan Reuters di Donetsk belum pernah melihat tank di jalanan pada hari hari sebelumnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya mendapat lampu hijau dari Majelis Tinggi Parlemen Rusia pada Selasa (22/2) untuk mengerahkan militer ke dua wilayah yang dikuasai separatis di Ukraina Timur, untuk apa yang dikatakan sebagai misi "penjaga perdamaian". Mengobarkan krisis dengan Barat, anggota Majelis Tinggi Parlemen Rusia memberikan suara setuju setelah Putin meminta izin untuk mengerahkan pasukan ke luar negeri. Langkah itu setelah Moskow mengakui kemerdekaan dua wilayah di Ukraina Timur pada Senin (21/2). Keputusan itu segera berlaku, menurut anggota Parlemen Andrei Klishas.

"Dengan menyetujui penggunaan angkatan bersenjata di luar negeri, kami menganggap mereka akan menjadi pasukan penjaga perdamaian, pasukan yang dirancang untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di republik (yang memproklamirkan diri di Ukraina Timur)," kata Valentina Matvienko, Ketua Majelis Tinggi Parlemen Rusia, seperti dikutip Reuters. Ketika anggota Parlemen Rusia bertemu untuk membahas rencana pengerahan militer tersebut, Kremlin mengumumkan, Putin telah meratifikasi perjanjian persahabatan dengan Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Lugansk yang memisahkan diri di Ukraina Timur. Rusia mengatakan, ratifikasi perjanjian tersebut memungkinkannya untuk membangun pangkalan militer di kedua wilayah itu, mengerahkan pasukan, menyetujui postur pertahanan bersama, dan memperketat integrasi ekonomi.

Presiden AS Joe Biden mengumumkan paket sanksi baru terhadap Rusia, menyebut pengakuan Moskow atas dua wilayah yang memisahkan diri di Ukraina Timur sebagai awal invasi Rusia terhadap tetangganya. Dalam pidato singkat pada Selasa (22/2), Biden mengutuk keputusan Presiden Vladimir Putin yang mengakui kemerdekaan Luhansk dan Donetsk dan mengizinkan pengerahan pasukan Rusia untuk “menjaga perdamaian” di wilayah tersebut. “Jika Rusia melangkah lebih jauh dengan invasi ini, kami siap untuk melangkah lebih jauh dengan sanksi,” kata Biden, seperti dikutip Al Jazeera

“Siapa dalam nama Tuhan yang menurut Putin memberinya hak untuk mendeklarasikan apa yang disebut negara baru di wilayah yang menjadi milik tetangganya?" sebut Presiden AS. "Ini adalah pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan menuntut tanggapan tegas dari komunitas internasional,” imbuhnya. Putin dapat lampu hijau mengerahkan militer ke Ukraina Timur

Sanksi tersebut menargetkan utang negara Rusia serta dua lembaga keuangan besar Rusia, termasuk bank militer negara itu, Biden mengungkapkan. “Itu berarti, kami telah memutus Pemerintah Rusia dari pembiayaan Barat. Mereka tidak bisa lagi mengumpulkan uang dari Barat dan tidak dapat memperdagangkan utang barunya di pasar kita atau Eropa,” ungkap dia. Bukan cuma itu, “Kami juga akan menjatuhkan sanksi pada elit Rusia dan anggota keluarga mereka. Mereka berbagi keuntungan korup dari kebijakan Kremlin dan harus berbagi rasa sakit juga,” ungkap Biden.

“Ini adalah awal dari invasi Rusia ke Ukraina, seperti yang dia (Putin) tunjukkan dan minta izin untuk dapat melakukannya dari Duma (Majelis Rendah Parlemen Rusia),” katanya. Menteri Pertahanan Slovakia, Jaroslav Nad, pada Selasa (22/2) menyatakan telah mempersiapkan angkatan bersenjatanya untuk membantu menangani kemungkinan aliran pengungsi dari Ukraina setelah Rusia mengakui kedaulatan dua wilayah separatis, Donetsk dan Luhansk. Slovakia yang berbatasan langsung dengan Ukraina di bagian timur sejauh ini belum melaporkan adanya peningkatan aktivitas di perbatasannya.

Sebagai bagian dari NATO, langkah Slovakia tentunya sejalan dengan keputusan organisasi yang percaya bahwa Rusia masih merencanakan serangan besar di Ukraina. Setelah ini negara negara di Eropa Timur lainnya dipastikan akan membuat persiapan untuk kemungkinan adanya ratusan ribu pengungsi yang melarikan diri dari Ukraina jika terjadi invasi Rusia. Dilansir dari Reuters, Nad mengatakan Slovakia akan memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani masuknya pengungsi. Slovakia juga siap untuk menghadapi perkembangan yang terjadi di kemudian hari.

"Kami sedang dalam proses meningkatkan kesiapan tempur, tetapi alasan utamanya adalah potensi ancaman migrasi dan bukan ancaman perang," kata Nad pasca menghadiri pertemuan dewan keamanan negara di Praha. Bukan cuma masalah pengungsi, Nad mengatakan pasukan keamanan juga melihat lebih banyak ancaman dunia maya dan aktivitas hibrida yang datang dari Rusia. Presiden Slovakia Zuzana Caputova pada hari Selasa mengatakan bahwa kasus disinformasi dan propaganda dari Rusia meningkat di Slovakia.

Posisi Slovakia saat ini mendukung para sekutunya di Uni Eropa dalam segala tindakan terhadap Rusia, termasuk pemberian sanksi yang diharapkan bisa mencegah invasi ke Ukraina.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *